Audacity adalah aplikasi audio editor terbaik yang pernah ada di kelas software gratis dengan sumber terbuka (open source). Aplikasi ini dibangun dengan basis WxWidgets sehingga dapat berjalan pada berbagai sistem operasi. Dengan Audacity, pengguna bisa mengedit berkas audio tertentu, atau sekedar menambahkan berbagai efek yang disediakan. Selain itu kelebihan dari aplikasi ini adalah fitur dan kestabilan yang juga ringan dalam ukuran dan penggunaan cpu yang diperlukan sehingga tidak membebani komputer. Lalu kekurangan dari aplikasi ini adalah antarmuka penggunanya (user interface) yang sedikit kaku bila dibandingkan dengan aplikasi sejenis, di sistem operasi lain.
Audacity sendiri memiliki 3 fungsi utama yaitu:
- Merekam suara
- Mengedit/manipulasi file audio
- Mengubah file type audio
Dari tiga fungsi di atas, bisa kita simpulkan bahwa kita bisa menggunakan Audacity untuk apa saja, asal masih di dalam konteks tiga hal tersebut.
Mau bikin presentasi audio? bisa. Mau mengedit rekaman audio, bisa. Mau restorasi suara yang jelek, bisa. Mau digitalisasi rekaman analog (kaset, vinyl, dll) bisa. Sekedar convert audio dari satu tipe ke tipe yang lain, bisa juga.
Jadi audacity ini adalah software pengolah audio. Sama layaknya software pengolah video, Audacity bisa digunakan untuk mengolah segala jenis audio. Dari apa mau ke mana, bisa. Asalkan dia bentuknya audio.
Yang perlu diperhatikan di sini adalah limitasi, atau sebatas apa yang Audacity bisa kerjakan dengan baik. Ketika artikel ini saya tulis, sudah sekitar 6 atau 7 tahun saya bekerja di bidang produksi audio untuk keperluan siaran radio. Dari rentang waktu tersebut, saya lebih banyak menggunakan adobe audition (AU), ketimbang Audacity.
Dua hal dasar yang saya rasakan perbedaan antara AU dan Audition adalah kemampuannya dalam mengolah banyak track, dan non-destructive editing.
Di AU, saya bisa dengan mudah mengolah dan memanage banyak track (kadang lebih dari 10 track), thanks to their sleek interface. Nah, di Audacity ini bisa saja dilakukan. Tetapi agak susah karena tampilannya hanya satu atau dua warna saja. Dan semakin menggunakan Audacity, saya semakin berpikir kalau dia (audacity) memang tidak dibuat untuk mengatur track yang buanyak. Audacity lebih ke fokus editing dengan satu-dua-tiga track saja. 1-3 track masih OK, tapi lebih dari 5 track akan terasa horror.
Bicara masalah Non-Destructive Editing, yang berarti kita bisa dengan mudah mengembalikan kembali file audio yang sudah di edit, Audacity kalah telak.
AU tidak 'merusak' file audio. Semua file audionya masih utuh, walaupun sudah kita potong, gulung, kasih efek, dan lain sebagainya. Ini memudahkan kita untuk merubah -katakanlah- satu file audio, di tengah tumpukan karya audio yang sudah tertata dengan baik. Sebaliknya, di Audacity, setiap langkah editing dihitung 'merusak' file audio. Jadi agak susah untuk mengedit satu file audio yang ada di tengah tumpukan file audio. Ini sebenarnya bisa dilakukan dengan ctrl + z dan satu fitur yang dinamakan Sync-Lock Track. Tapi tetep aja, dalam prakteknya, repot.
Ini dia, dua limitasi Audacity yang bagi saya (sekali lagi, buat saya pribadi) agak merepotkan.
So, back to the track. Jadi basicly kamu bisa ngapain aja dengan Audacity, asalkan itu adalah porses pengolahan audio.
Kalau kamu adalah pemula, saya merekomendasikan Audacity untuk mengerjakan proyek audiomu. Karena selain gratis, dia ini powerful lho.
Tapi kalau kamu adalah profesional, silahkan gunakan audacity untuk obyek perbandingan. Kalau kamu suka, Alhamdulillah. Tapi kalau kurang cocok untuk pekerjaanmu, ya, jadi menambah pandangan saja, bahwa diluar sana, ada satu software pengolah audio gratisan yang powerful.
Demikian pengalaman dang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat dan jika ada yang ingin mendownload software tersebut linknya dibawah ini.
0 Komentar