BELAJAR AI LANGSUNG DARI SANG GURU: CATATAN KRITIS DAN HUMANIS DARI KELAS PROF. ONNO W. PURBO


Oleh: Diaz Hamzah

Lu jangan pernah bikin dosa, apalagi dosanya sampai masuk ke media sosial. Urusannya panjang.” Kalimat ini bukan berasal dari sembarang guru digital, melainkan dari Ir. Onno Widodo Purbo, M.Eng., Ph.D., pakar teknologi yang telah menjadi legenda hidup di kalangan para pegiat IT Indonesia.

Rabu, 18 Juni 2025, ruang pelatihan itu penuh, bukan hanya oleh peserta dari berbagai institusi, tapi juga oleh atmosfer penasaran dan kagum. Bagaimana tidak? Di hadapan mereka berdiri sosok bersahaja, dengan gaya bicara yang lugas namun jenaka, mengajari hal rumit seperti Artificial Intelligence (AI) dengan bahasa paling membumi.

Saya sebagai peserta berkesempatan menyaksikan langsung bagaimana Prof. Onno memecah sekat antara “pengguna awam” dan “pengembang canggih”. Dengan hanya mengandalkan tiga tools: ChatGPT, Gemini, dan Grok, ia menunjukkan bahwa siapa pun kini bisa melakukan analisis data, membuat laporan dinas, bahkan menulis paper akademik. Namu ia juga menegaskan “perlu kita sadari bahwa makhluk ini suka nipu, suka halu, jadi jangan pernah percaya langsung sama hasilnya dia. Kita harus cek ya hasilnya.” tegasnya.

Prof. Onno mengingatkan, dunia digital bukan tempat yang bebas nilai. Contohnya seperti profiling yang bisa menolong orang, tapi bisa juga buat menjatuhkan orang, karena itu gunakan dengan etika. Ia juga menekankan bahwa selama kita hidup, kita punya tiga aturan yaitu: Aturan Tuhan, aturan tertulis (undang-undang) dan aturan adat.

Dengan gayanya yang blak-blakan, ia memandu peserta memanfaatkan AI untuk membuat narasi, infografis, hingga laporan berbasis data real-time. Bahkan, di tengah pelatihan, ia memperagakan bagaimana membuat skripsi atau jurnal ilmiah hanya dengan modal file Excel dan prompt yang tepat. Semua peserta terdiam, lalu berdecak kagum.

Namun, pelajaran terpentingnya bukanlah soal AI itu sendiri, melainkan pesan moral yang terselip: pentingnya literasi data, pentingnya memelihara jejak digital, dan pentingnya membuat teknologi sendiri untuk menjaga kedaulatan data. “Pemerintah sebetulnya, kita enggak boleh pakai Chat GPT sebenarnya karena data kita dikirim ke Chat GPT. Chat GPT jadi pintar itu bahaya. Kalau datanya masih untuk keperluan publik enggak apa-apa. Kalau ada data-data rahasia jadi berabe urusannya. Jadi sebenarnya enggak boleh dipakai jadi harus bikin sendiri harusnya.” ungkapnya.

Prof. Onno dalam seminarnya berusaha menggugah kesadaran para hadirin. Bahwa bangsa ini bisa, asal mau. Bahwa teknologi bukan menara gading, melainkan jembatan menuju pelayanan publik yang lebih adil dan efisien.

Sore itu, saya pulang dengan kepala penuh ide, dan hati penuh semangat. Bukan hanya karena saya belajar tentang AI, tapi karena saya belajar tentang Indonesia. Tentang harapan. Tentang guru sejati yang tak lelah mencerdaskan bangsanya.

Posting Komentar

0 Komentar